Monday, July 29, 2013

Kerinduan Anak Tionghoa pada Pantun Banjar

Kerinduan Anak Tionghoa pada Pantun Banjar – Kembali Lagi Pada Postingan Kali ini Blog tuntasterbuka.blogspot.com Akan Berbagi Informasi Terbaru Khusus Buat Sobat semua yakninya tentang Kerinduan Anak Tionghoa pada Pantun Banjar, semoga bisa Bermanfaat ya Buat Sobat Semua.

 Kerinduan Anak Tionghoa pada Pantun Banjar
Penulis Pantun Banjar – Maria Roesli
Sebuah acara ‘Bincang Buku, Antologi Pantun Banjar‘ karya Maria Roeslie digelar Banjarmasin Post Group di Gedung Palimasan, Sabtu (27/7) sekaligus buka puasa bersama. Tanggapan yang menggembirakan dari semua peserta mewarnai kelahiran antologi ini, Tajuddin Noor Ganie sebagai penanggap memberikan apresiasi yang membanggakan setelah dunia pantun tidak lagi ditekuni masyarakat. Begitu pula, budayawan dan sastrawan yang merasa ada nuansa baru dalam pantun Banjar yang disusun oleh Maria Roeslie – sebut saja Sirajul Huda, Ibrahim Barbary, Sirajuddin, Mukhlis Maman, serta Syarifuddin R dan Taufik Arbain. Hingga, Yusran Pare selaku pemandu acara mengakui bahwa penulis Maria Roeslie merupakan sosok unik dengan latar belakang bankir – malah seorang anak Tionghoa – yang lahir di Banjarmasin namun sangat menyintai budaya Banjar. Penggunaan istilah Pantun Banjar yang disarankan Tajuddin Noor Ganie sangat pas – karena kita mengenal suku bangsa Banjar bukan yang berdomisili di Kalimantan Selatan saja, ada urang Banjar di Tembilahan Sumatera Barat dan Serdang Bedagai Sumatera Utara atau Kota Solo, Jogjakarta hingga kulaan Banjar di wilayah Malaysia Timur  Hingga, istilah Banjar jelas akan mewakili keberagaman tempat namun memiliki satu bahasa yang khas, yakni Bahasa Banjar.
Rindu Melayu Tionghoa
Sejarah kesusatreaan Nusantara mencatat jumlah karya tulis yang dihasilkan para penulis Tionghoa lebih banyak dibanding angkatan Balai Pustaka dalam rentang waktu setengah abad, terdapat 175 penulis angkatan Balai Pustaka hanya menulis 400 karya. Sementara keberadaan keturunan Tionghoa sudah menulis sejak tahun 1870 sebanyak 3005 karya dengan 806 penulis. Malah, dari karya anak Tionghoa tersebut hampir sebagian besar menulis dalam bahasa Melayu Tionghoa dan penulis angkatan Balai Pustaka menggunakan bahasa Belanda. Salah satu karya yang ditulis Tan Teng Kie (1890) seorang pengusaha yang memiliki toko di kota Batavia berjudul Sya’ir Jalanan Kreta Api menceritakan petaka penggusuran rumah di sepanjang jalan yang akan dibangun perlintasan kereta api dengan biaya ganti rugi yang ditetapkan sepihak oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Beginilah bunyi bait-bait syairnya:

            Banyak puhun di tebangin
            Ongkos Maskapij semuwa bayarin
            Rumah orang pada di buka’in
            Kepada juraganlah di serahi
Perhatikan lagi, karya Lie Kimhok (1900) dengan kumpulan syair dan cerita bagi bacaan anak-anak. Inilah buku pertama berbahasa Melayu Tionghoa yang diperuntukkan bagi anak-anak saat itu. Simak syair yang dilantunkan:
            Tjimin.
            Ai, Siman! kaoe brani tidoer sendiri ?
            Ati-ati ! kaoe nanti dipindahin setan.!
            Si Koetis tjerita, lagi kapan hari
            Ada orang dipindahin ka hoetan.

            Siman
            Hah, Tjimin! tjerita apa itoe!
            Tjoba panggil: – mana dija setan ?
            Jang pertjaja sama tjerita bagitoe,
            Koerang terang ija poenja ingatan.

Begitulah ulasan mengenai Kerinduan Anak Tionghoa pada Pantun Banjar yang bisa kami sampaikan, semoga sobat menikmati berita tersebut, tau ga masih banyak lagi berita yang lebih menarik dari berita Kerinduan Anak Tionghoa pada Pantun Banjar diatas, jika anda berminat coba buka halaman-halaman lain di situs tuntasterbuka.blogspot.com ini, kami yakin para pembaca akan menemukan lebih banyak berita seperti Kerinduan Anak Tionghoa pada Pantun Banjar yang bisa menambah pengetahuan para pembaca sekalian, dan akhirnya selamat menikmati berita berita dari kami.. :)



 
Theme by Yusuf Fikri